Senin, 09 Maret 2015

puisi renungan malam

malam-malam dikala hening
dan awan pun meneteskan
rasa kerinduan yang mendalam
kekasih yang dikasihi,,
dan teramat
pada malam...
dan tanah turut meluapkan
hingga mata tak mampu membendung
pada gejilak dinding hati
menetes dalam selimut kerinduan
 
sehelai kapas tertiup angin
terbawa arah tak tentu arah
begitu ketetapan hati bagai sehelai rambut
ketika kepercayaan menjadi tanya
dan ketika keyakinan menjadi sebuah keraguan
kebimbangan hidup menjalani hidup
namun tak mampu bekal untuk menghadap
sejuta harap tak kuasa tertahan
tertumpuk menebal, menjadi beban
mengikis dinding kepercayaan
bayang keputus asaan
kian menghimpit kalbu
menindih iman dijurang kenistaan
jerit kesesatan
lambai setan menggonggong merangkul kemunafikan
jiwaku hempas....
rangkul aku dengan kasih mu
angkat aku dengan nadzroh
jadika aku cermin, tempat kau memancar
 
seketika hening menyeruak
singgah disudut malam
dan awan pun tak kuasa menahan
kesedihan yang mendalam
tatap kosong menyergap jiwa
dan mata pun menetes
bersama duka yang meluluh
bagamana tak hancur
sedag,
kekasih alloh pu menangis
bagaimana tak menangis
sedang,
bumi tlah memeluk raga nya
duhai...
engkau, jiwa nan elok
jiwa nan suci
yang menitis kan kekasih yang suci
engkau citra puitis
dalam jiwa yang menangis
engkau, jiwa yang tak memiliki jejak
surga nya tlah merindu mu.

citra keduglo

"LILIN TAK BERGUNA SAAT MENTARI TERBIT"
ternyata bukan ukuran harus berapa lama
bukan jug tentang harus seberapa jauh
semua tentang pengapdian
10 tahun bukan ukuran
bahkan mungkin seumur hidup mu

ini bukan hanya tentang raga mu di sini
tapi hati mu.
ini bukan tentang bagaimana kau menganggap dirimu
tapi bagaimana kau menduduk kan beliau dalam hatimu
disini...
bukan kah ini bumi suci..?
lantas mengapa kah engkau berlari
mungkin tak kau temu harap mu disini
ataukah tak sepadan jerih payah mu
ini bukan tentang kau
semua...
tentang pengabdian mu, kecintaan mu
pada beliau.

PUISI WAHIDIYAH
nafas ku tersekat dalam tangis
duhai, mengapa nafas tak lepas bersama jeritan
sesudah mu tiada lagi kebaikan dalam kehidupan
aku menangis karena takut hidup ku akan kepanjangan
kala rinduku memuncak, ku jenguk pusaramu dengan jeritan
aku menjerit meronta tiada jawaban
duhai yang tinggal dibawah tumpukan debu
tangisan memeluk ku
jika engkau menghilang dari mataku kedalam tanah
engkau tak hilang dari hati ku yang pedih
berkurang sabar ku bertambah dukaku
setelah kehilangan khotimul anbiya' 
duhai mataku cucurkan air sederas deras nya
jika kau tahan, bahkan linangan darah
yaa rosulalloh wahai kekasih tuhan

 CITRA PUISI DALAM SEPI
demi engkau yang menggenggam takdir
yang menguasa jalan
dan tuhan yang menggenggam jiwa
yang jiwa ku ada ditangan mu
demi engkau yang menunduk kan,
bulan dan bintang
pada yusuf di waktu malam
demi nama mu, tunduk kan ia jiwa yang lupa
dekatkan ia dalam nafas
sedalam yang engkau maha mengetahui

kata kata indah


sibak gaun tersapu angin
sepanjang jalan kau ku lihat
aroma tubuh mu saat angi menghembus
kuat kan ego tuk miliki mu
aaaaahh...
bagaimana mentari kan terbit esok
jikalau malam terlalu menikmati indah mu
bahkan jika bulan terbit di malam ini
tak kan ia tinggalkan kan malam untuk mentari
kau terlalu indah untuk ku berpaling
aduhai keindahan.


 Biar!!!
biarlah hujan melepas beban nya
biar kan air kan tetap mengalir
biar lah...!!
agar aku dapat bersamamu
agar engkau bersandar di pundak ku
agar rasa ku kan terlepas disini
karena hujan
akan membawa ragamu
akan membawa rasa mu
biar lah hujan!! aku tetap disini!!


Minggu, 08 Maret 2015

just me

menatap ruang dalam gelap
hingga tak temu bayang
seakan ruang nampak tiada batas
namun kosong...
bagai diri bersandar tanpa dinding
menggelepar dalam ruang hitam
dan hitam...
tak ubah nya hidup,
berpandang tanpa pandangan
melangkah tanpa kaki, menapak tanpa jejak
tanpa mu
Semua gambar terasa jelas
Saat aku memeluk dirimu
Disaat ego ku menjelma
Sosok indah bak dewi malam
Bangkitkan ego miliki mu
Aku.
Tatap lah, saat jiwaku meronta
Entah




.
dwi puji astuti
adakah engkau yang menanam rasa ini
adakah engkau yang menulis cerita ini
akan kah sepenggal kisah akan indah
manakala kau tak merasa kan nya
sedang diri masih menekuk lutut
sembari menghempas dahi ini
adakah angin yang kutitip kan salam ini
adakah rembulan yang ku titip kan kabar ini
ia akan singgah pada mu
Meniti jejak mu
Mencari diantara debu
Jejak yang terlupa
Oleh rasa.
Meniti peluh
Yang dengan itu aku kau basuh
Rupa renta
Yang karna mu kubuka mata
Terlupa, atau mungkin memang di lupa
Saat kusadari semua
Ternyata kini kau tlah renta

dwi puji astuti universitas wahidiyah


adakah aku ini pecinta mu
mengapakah raga tak merengkuh mu
atau kah aku ini pemuja mu
nyata bayang mu tak mampu hilang
ooh...
wahai engkau keindahan
jiwa yang slalu ku indah kan
engkau sosok kesempurnaan
yang selali ku sempurnakan
dalam hati.
jangan kau takut
seberapa ku ungkap tenteng citramu
sejuta tinta ku citra kan mu
tak lah habis akan keindahan mu
wahai keindahan
kenapa engkau dipuja
wahai kenikmatan
kenapa engkau di dewa kan
bukan kah ia yang maha indah
juga ia ya maha esa
wahai,mengapa aku bercermin
dengan keindahan cipta mu
sungguh engkau yangmaha satu
tiadalah engkau memandang baju ku
sungguh engkau tahu hati ku
andai tirai mampu menutup ku
sungguh aku ini orang yang malu
namun, tiada sitru mampu menutup tajalli mu
tersentak oleh suasana
saat hati melanglang entah kemana
sesaat terbayang rupa tua
tulang-tulang renta
andai kata itu batu
pastilah ia retak
andaikata iku kayu
pastilah ia patah
sesaat ingin ku ganti
dimana tempat engkau berdiri
agar dapat ku rasa
betapa kah kau rasa derita
andai..
hanya lah do'a yang ku gantung
dalam setetes air mata




dwi puji astuti